2015 : THE WORST YEAR EVER

-a year changes you a lot-

              Desember sudah berumur 30, pertanda besok adalah hari terakhir penduduk bumi menghembuskan nafas di tahun 2015. Seperti sudah menjadi ritus sakral, ada dua hal yang biasa di lakukan manusia di momen-momen ini. Pertama, menengok ke belakang sesaat. Memikirkan ulang peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dalam kurun 365 harinya untuk kemudian mengevaluasinya apakah sudah sesuai target yang diharapkan. Kedua, melihat ke depan sambil menutup mata. Mendaftar rencana-rencana besar resolusi nomor 2016 apa yang akan dilakukan di tahun Piala Eropa itu.

            Kali ini aku hanya akan membahas poin pertama saja. Seperti sudah termaktum dalam judul yang tertera di bagian paling atas tulisan, tahun 2015 bagiku adalah tahun terburuk selama aku menghirup udara. Masterplan hebat yang kubuat untuk mengarungi kehidupan 2015 ternyata masih kalah saing dengan kejamnya tahun itu. Resolusi rapi dan tegas yang kubuat di akhir tahun 2014 hanya bertahan sesaat. Panas-panas tahi ayam kata peribahasa. Semangatku untuk memaknai dan menaati resolusi 2015 langsung kadaluwarsa di setengah 30 bulan Januari. Sewaktu aku hidup di bulan Januari 2015 pikiranku sudah melanglang buana ke kutub terjauh-namun-dekat nya, Desember. Payah! Hal ini mungkin yang menjadi dasar bagiku untuk tidak buru-buru membuat resolusi di tahun 2016.

            Oke, kembali ke topik. Mungkin ada yang berpikiran bahwa aku adalah orang yang sok mutusi ketika melihat judul postingan ini. Tapi tidak apa-apa, itu ada benarnya. Bahkan aku justru sangat percaya diri untuk menahbiskan tahun 2015 sebagai periode terkelam dalam hidupku. Mungkin juga ada yang menganggap aku ini sebagai orang yang kurang mensyukuri semua yang telah kupunyai dan yang telah kulalui. Percayalah, untuk yang satu ini kalian salah. Aku sangat mensyukuri semua yang ada di diriku dan sekitarku. Jika ada orang yang lebih mencintai diriku selain ibuku, pasti itu aku. I love me so damn much.

            Pada awal pembukaan tahun 2015 lalu kehidupanku bisa dikatakan biasa saja, jika tidak mau disebut garing. Sebenarnya aku memulai start 2015 dengan torehan yang begitu spesial, menurutku. Saat itu aku mengikuti lomba menulis cerpen di nulisbuku.com. Memang tidak juara, namun setidaknya aku masuk 100 besar dan cerpenku masuk di buku nomor 9 yang diterbitkan di nulisbuku.com secara self-publishing. Bagiku prestasi itu sangat luar biasa mengingat pesertanya katanya hampir mencapai 1500-an kontestan.
           
            Setengah tahun pertama 2015 bagiku mungkin lebih disibukkan dengan agenda kuliah, terutama micro teaching. Hal itu cukup menyita waktu dan pikiran. Tapi menurutku, masalah sebenarnya yang mengganggu pikiranku adalah terkait kesehatan ayahku. Aku sangat membenci hal itu, menjadi orang yang tidak berdaya ketika orang yang paling dicintainya sakit. Hal paling maksimal yang bisa kulakukan untuk membantu ayahku adalah mendoakan ayahku untuk segera sembuh. Namun semakin hari kesehatan ayahku semakin buruk, sering naik turun tidak stabil.

            Puncaknya terjadi di semester kedua 2015. Agendaku sangat padat. Untuk mahasiswa yang bukan aktifis sepertiku ini, mengikuti KKN adalah hal yang maha berat. Ternyata prasangkaku salah, KKN adalah momen yang luar biasa bagiku. Banyak masalah memang, tapi juga banyak belajar cara untuk menyelesaikannya. Mungkin aku kurang menikmati KKN karena kondisi ayahku semakin memburuk. Bahkan setelah lebaran ayahku justru mondok di rumah sakit. Beruntung aku sempat ijin pulang ketika KKN untuk mengantarkan ayahku ke rumah sakit. Sampai aku selesai KKN ayahku masih dirawat di Rumah Sakit.

            Tanggal 4 Agustus ayahku boleh diijinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Kami sekeluarga sangat senang.  Kebahagiaan dan kelegaan keluargaku hanya bertahan beberapa jam. Malamnya ayahku meninggal.. Hatiku hancur. Sakit. Saat itu aku tidak bisa merasakan apa-apa selain sakit meski tubuhku baik-baik saja. Pandanganku terhadap kehidupan dan masa depan mulai berubah. Hatiku adalah hati sepatah-patahnya hati. Baru kali ini aku merasakan patah hati paling menyakitkan.

            Sebenarnya aku ingin berisitrahat, menyelami makna dibalik peristiwa menyedihkan itu, akan tetapi waktu tidak membolehkan. Seminggu setelah ayahku meninggal, aku sudah harus PPL. Tidak ada waktu untuk berduka. Sisi positifnya mungkin pikiranku bisa teralihkan. Aku bisa berkonsentrasi pada PPL ketimbang mengenang ayahku. Cukup membantu memang.

            Namun setelah PPL selesai, rasa kehilanganku mulai muncul kembali. Banyak penyesalan yang datang tiba-tiba. Penyesalan-penyesalan yang selalu mengganggu tidurku. Sampai sekarang aku menulis ini pun, aku masih sering sudah tidur atau malah tiba-tiba terbangun di malam hari karena teringat ayahku. Penyesalan karena pada saat akhir-akhir ayahku, aku bahkan tidak sempat berbicara dengannya. Tidak ada kenangan yang berarti selain menunggui ayahku di Rumah Sakit di beberapa hari terakhirnya. Maafkan aku ayah. Aku belum sempat membanggakanmu. Anakmu yang manja ini masih selalu merindukanmu sampai sekarang.        
                                                               
            Mungkin itu saja yang bisa kuceritakan seputar kehidupanku di planet dua kosong satu lima. Sengaja memang porsi ceritaku lebih menceritakan ayahku karena memang tahun itu adalah tahun tentang ayahku. Tentang kepergiannya yang terlalu tiba-tiba.


            Itulah dua ribu lima belasku. Alhamdulillah, aku hampir mengkatamkan satu kalender dan harapannya bisa mengoleksi banyak kalender lagi. Semoga 2015 ini adalah tahun terburukku seumur hidup, sehingga pada suatu saat di tahun yang akan datang ketika aku menemui periode kelam, aku bisa menghadapinya dan berkata, “Hei, kau mungkin menyuitkanku. Tapi tahukah kau, aku pernah melalui tahun terburukku. Kau tidak ada apa-apanya! Aku pasti bisa melewatimu dengan luar biasa!!!!!”

Comments

  1. Huwaaaaaa sediiiih. Sebagai anak cewek yang jadi kesayangan ayahnya, gue jadi takut. Gue masih pengin ayah gue ada. Gue pengin banggain Ayah. Huwaaaaa nangis gue bacanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gue juga anak kesayangan ayahnya,, :'(
      Semoga lo bisa ngebanggain ayah lo

      Delete
  2. Duh, bacanya kok jadi melow gini. :')

    Tetep semangat, ya, semua sudah terjadi dan kamu nggak boleh terus-terusan terpuruk, meski Ayah sudah nggak ada, tunjukkan kalau kamu masih "bisa" ngebanggain beliau. *sok bijak* :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts