DEJAVU THE LONG STORY




Rasanya baru tadi pagi aku masuk kelas dan memergoki salah satu mahasiswa secara diam-diam memotret seorang mahasisiwi yang duduk beberapa meja di depannya. Masih sejelas kristal, kejadian itu dilakukan menggunakan HP Cross Hitam miliknya. Dan demi nama siluman belalang, sampai sekarang aku masih ingat nomor hapenya, yaitu 0877-1323-6970. Hal ini dikarenakan setiap ada dosen yang menanyakan narahubung kelas, maka si siluman belalang itu yang menjadi garda terdepan untuk mengajukan nomer hapenya.

Saat itu hanya aku yang memperhatikannya. Sekeliling sedang sibuk berkenalan. Oh, ternyata kelas ini tidak terlalu berbahaya, pikirku berdasarkan observasi kilat. Malahan cenderung hangat dan menyenangkan. Aku tidak melihat adanya potensi mahasiswa/mahasiswi yang akan menjadi pengacau kelas. Kemudian aku melihat ke cermin. Dan aku baru sadar, ternyata ada satu. )))):

Jumlah mahasiswa cowok hanya 11 ekor sedang ceweknya sampai 34 buah. Hal ini membuat ilmu matematika dasarku bekerja cepat tanpa diperintah. Dengan mudah formulanya berhasil kutemukan. Dalilnya begini ‘setiap satu cowok berpotensi untuk mendapatkan tiga cewek dalam kelas.’ Luar biasa bukan? “Luar biasa neneklu!!!” seru seluruh cewek kelas ketika membaca ini. Mungkin. ))))):

Kembali ke si pemotret tidak sopan. Sebelum aksi itu, mahasiswa tersebut baru saja dinobatkan sebagai ketua kelas lewat musyawarah demokratis yang bagi seluruh peghuni kelas merupakan pilihan paling rasional, logis, dan migunani. Saat itu. Sekali lagi ya, hanya saat itu.  

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, konsensus tersebut merupakan kesalahan terbesar yang pernah mereka lakukan. Serupa kekonyolan Ahok di pulau Seribu. Mahasiswa baru tersebut bernama Sabar Priyono a.k.a Sapri. Gelarnya adalah ketua sang kelas abadi.

Sebenarnya berbagai usaha makar, coup d’eta ataupun pemakzulan pernah dilakukan oleh segenap penghuni kelas. Namun entah bagaimana caranya posisi Ketua Kelas tak pernah beranjak dari cengkeraman tangan penuh kapalnya. Vox populi vox dei praktis hanya berlaku pada pertemuan pertama dulu. Beberapa tahun kemudian seluruh kelas mendapat suatu kesimpulan. Jangan beli kacung dalam karung! Menyusahkan! ((((:

Kini, empat tahun setelah peristiwa tersebut, sang ketua kelas abadi sedang memasuki fase krusial hidupnya. Mendiang Beliau khusyuk memperdalam ilmu agamanya entah di padepokan mana. Sementara kebanyakan teman sekelas juga sudah memulai petualangannya mencari peruntungan menghadapi kejamnya dunia kerja. Beberapa masih menikmati masa-masa penghabis kuliahnya. Dan yang baru belakangan ini aku ketahui, banyak juga yang tetap setia dengan jalan hokagenya dan khusyuk melanjutkan masa studinya.

Malam ini, mendekati dini hari, entah gara-gara angin muson barat biadab ini, atau karena cuaca sendu tengah bulan Mei, atau udara dingin dalam kamar tersebab kemarau yang mulai menghampiri, atau situasi sunyi yang khas dan pelik, atawa sebab-sebab lainnya, secara melankolis pikiranku terkontaminasi kenangan-kenangan sentimentil terkait Dejavu. Lagi-lagi. Dan supaya ingatan-ingatan ini tidak semakin liar, maka aku harus membuatkan kandangnya. Yeah sure, I’d like the idea of killing the memory by writing it. And by killing, I mean growing. Or vice versa. I’m confused. It’s a blurred line for me. *oposehhh

***


Di depan kelas, pada suatu mata kuliah, beberapa bulan setelah pengangkatan ketua kelas.
“Nda, tau ngga bedanya FIP sama kamu?” si lelaki bertanya.
“Hah, apa?” perempuan bertanya penasaran dengan gaya genit khasnya.
Si lelaki menunggu seluruh kelas untuk hening barang beberapa kejap, lalu bilang “Kalau FIP milik UNY, kalau kamu... milik aku,” jawab si lelaki dengan etel penuh percaya diri. Ruangan pun semarak dikuasai tawa serta olok-olok dari setiap mahasiswa yang menyaksikan tontonan itu.

Kejadian di atas adalah satu adegan favorit yang sulit untuk kulupakan. Apa pasal? Transformasi. Apakah kalian bisa membayangkan lelaki itu beberapa tahun kemudian bisa menjadi Rais Aam KMIP (Organisasi Muslim Kampus)? Sang mantan gondes dari Pleret ini secara perlahan mampu bertransformasi dari preman desa dengan celana ripped-jeans-karena-keadaannya menjadi seorang Umaro’ dengan setelan perlente nyentriknya seolah menandakan bahwa dia mau minta sumbangan atau bisa jauga mengajak bisnis MLM.

Selain lelaki dari Kasultanan Pleret tersebut (yang konon pernah diajak untuk bertukar tempat tinggal dengan Khumairahnya di Kerajaan Mbambanglipurpur), ada juga preman lain dari Magelang. Hobinya magang di Terminal dan konon pernah meraih prestasi instrumental, yakni dikeluarkan dari SMA. Apalagi kalau bukan karena berkelahi. Sebenarnya isu itu juga masih sebatas rumor. Namun apapun itu, seperti pepatah jawa, “Pak lurah nggawa bedil, Gusti Allah maha Adil” si Ambar ini pada akhirnya juga menemukan jalan terangnya. Perlahan dia bertransformasi menjadi seorang ustad dan imagenya pun berubah menjadi seorang yang hobi mbribiki ddgmz2 kmps. ))))):

Well, to be fair selain kedua preman inshaf tersbut, hampir semua teman sekelas juga mengalami perubahan. Aku misalnya, seorang penyerang haus gol di awal perkuliahan ini perlahan mulai kehilangan insting mencetak golnya sehingga gelar yang kusandang sedikit beralih menjadi penyerang haus kasih sayang *heleh. Itupun masih ditambah, selalu lapar setiap saat. Jika ingin membayangkan, imajinasikan saja aku sebagai si gendut Higuain. ))))):

Kemudian ada juga sosok kancil dalam kelas yang hobinya suka mengibuli teman. Sampai akhir kuliah dia tidak berubah, hanya hebatnya dia yang berhasil mentransfigurasi mindset mahasiswa lain sehingga ikut-ikutan mempunyai hobi mengancili temannya. Ya, dia seorang pencetus awal perilaku ambigu tersebut. Pria yang pernah ‘main’ ke Gunungkidul ini adalah kunci dari segala transformasi kelas. Katanya kan anak-anak kuliahan sering disebut sebagai Agent of Change, nah aku sangat overkonfiden kancil ini adalah agen terbaiknya ((((:

Lalu di shaf belakang, perubahan juga banyak terjadi. Yang dulunya sering terlambat dan membuat dosennya speechless juga kemudian berhasil mengulangi kesalahannya lagi. Tapi dalam kuantitas yang lebih minimalis. *kwkwkw

Yang dulunya sakit-sakitan dan sering absen di awal semester, berkat suasana hangat kelas kemudian menjadi sehat wal afiat. *padahal sehatnya karena faktor alam. Selain itu ada juga yang di akhir-akhir masa kuliahnya mulai merambah dunia bisnis dengan mengusung hijab inovatif nan eksperimental bergaya kontemporernya dengan brand yang mulai sering wara-wiri di jagat perloshopan, Hijab Metamorf. *Ehm, dill, wis tak endorse kihh,, ditunggu invoice-nya. J

Yang dulunya pemalu dan jarang ngomong akhirnya menjadi pribadi yang banyak ngomong dan malu-maluin. Dan hal ini berlaku ke hampir semua mahasiswa cewek kayaknya. Oh ya, ada juga seorang perempuan yang pada awalnya ‘tidak terlihat’, secara diam-diam dan terorganisir dia mengajak sahabat-sahabatnya untuk mendirikan geng paling kuat dan mengerikan di kelas. Sampai sekarang geng itu masih menjalankan jalan yakuza nya.

Dan tentu, perempuan yang di gombali dalam ilustrasi cerita di atas juga mengalami transformasi. Dari yang dulunya tidak berhijab, beberapa semester berikutnya memutskan untuk berhijab. Dan hebatnya hal ini bukan karena kemauan pribadi, lebih ke beradaptasi di habitat baru, ahaha. *Ngga deng, aku ngga paham. Yang penting happy )))):

Ehm,, kepanjangan ya kalau mau mencatat semua perubahan yang terjadi. Padahal tulisan ini masih pemanasan. Mending langsung digeneralisir saja ya, menurutku perubahan-perubahan yang terjadi seiring berjalannya kehidupan perkuliahan dalam kelas sangatlah menyenangkan. Kelas ini, dengan caranya sendiri mampu mengeluarkan potensi-potensi dan ekspresi-ekspresi yang masih terpendam dalam diri masing-masing penghuni kelas. *mulaylebay

Jadi setelah transformasi, apa lagi yang terjadi selama perkuliahan di kelas D PGSD UNY angkatan tahun 2012?  Ga penasaran kan? Yaudah, sampai jumpa di bab selanjutnya yaa... (dalam kurung kalau sempet)

Comments

Post a Comment

Popular Posts