Janjiku dengan Tuhan
‘‘’Demi malam apabila telah sunyi sesungguhnya Tuhan tidak meninggalkanmu tidak pula membencimu’’
Tuhan yang Satu, ada
berjuta-juta alasan kau untuk menghukumku. Tapi kau pasti sudah menyediakan
bermilyar-milyar ruang ampunan untukku. Aku yakin itu.
Jujur, aku bukanlah
penganut agama yang khusyuk. Aku seperti kebanyakan manusia lainnya, terdiri
dari 90 % nafsu dan 9 % nafsu lagi yang tersembunyi. Satu hembus nafas yang
keluar dari hidungku kira-kira akan mengeluarkan belasan nafsu. Dari nafas lalu
nafsu. Betapa bejatnya aku. Memang ada beberapa nafsu yang positif. Tapi
semuanya selalu berkedok nafsu. Bertopengkan kepentingan. Berjubahkan hasrat.
Tuhan, kau pun pasti
tahu. Sekarang banyak manusia memplagiatkan Engkau, baik yang dalam wujud maupun yang tak berwujud.
Yang kemudian dilembagakan dalam bentuk agama. Bahkan dalam satu agama pun ada
beratus-ratusan aliran. Betapa membingungkannya ini. Bagaimana agar aku bisa
memilih yang benar diantara reratus aliran ini?
Tuhan jika engkau adalah
pohon, mengapa kau membiarkan kami manusia menyembah daun? Tidak sakit hatikah
engkau dengan perlakuan kami. Ah… aku hampir lupa. Engkau kan Tuhan. Engkau
pasti sudah mengetahuinya. Peristiwa-peristiwa seperti ini tidak lain tidak bukan
adalah rencanmu.
Tuhan yang satu, tapi aku
bingung. Apakah kau memang membuatku bingung sperti ini agar aku tersesat lalu
bisa menemukanmu. Semoga aku seperti itu. Apakah memang bodohnya diriku yang
tak bisa membaca berbagai petunjukmu atau kau memang sedang merahasiakannya?
Tuhan aku sedang
memasuki tahap paling kritis dalam hidupku. Aku tersesat dan aku sempat yakin
aku tak akan menemukanmu. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakuakan?
Tuhan aku mulai ragu
dengan yang namanya agama. Setiap agama saling merasa mereka yang paling benar.
Aku merasa seperti memasuki perang dingin berlandaskan agama. Ada agama yang
katanya menomorsatukan kedamain justru yang paling sering membuat resah
masyarakat.
Tuhan apakah dalam
menghadapi setiap perbedaan, satu-satunya jalan adalah dengan berperang? Sebenarnya
aku juga tidak menolak jika perbedaan itu bersifat prinsipil dan jalan
satu-satunya adalah berperang maka aku tidak akan ragu untuk maju berperang.
Aku akan membelamu. Tapi sampai disini aku bingung lagi. Membelamu yang mana?
Tuhan setiap agama semuanya menganjurkan kebaikan. Tidak semua manusia yang
berbeda agama denganku mempunyai niat jahat terhadapku. Justru banyak sekali
kawan baikku dari agama yang berbeda malah akhlaknya lebih baik dari aku, yang
sering membuatku iri. Apakah boleh orang-orang seperti itu aku musuhi dan aku
perangi?
Apa mungkin karena aku
sudah terlalu banyak terpengaruh paham liberal sehingga nilai agama-agamaku
yang luhur mulai luntur. Jika memang begitu, tunjukkanlah bagiku jalan kembali.
Berikan aku pertanda jika aku sudah melampaui batas.
Tapi Tuhan, semakin
kesini semakin aku sedikit mengerti. Menurutku agama itu hanya bersifat genetik.
Agama itu turunan dari orang tua. Setelah lahir, si jabang bayi diperlakukan
dan diperkenalkan kapada dunia dengan cara agama orangtuanya. Berbicara seperti
itu memang agak frontal. Tapi apakah itu salah? Bukan bermaksud untuk tidak
mensyukuri apa yang telah agamaku berikan padaku. Aku pernah berpikir bagaimana
jika orang tuaku tidak menganut agama yang kubela selama ini? apakah aku akan menganut dan mempertahankan
agama dari orang tuaku atau membela agama yang membuatku mengenal Engkau ya
Tuhanku? Kecuali kau menunjukkan aku hidayahmu, aku pasti akan membela agama orang
tuaku. Mungkin semua manusia begitu. Seorang kyai besar, contohnya. Bagaimana
jika beliau dulunya dilahirkan oleh ayah dan ibu yang agamanya Katolik? Apakah
saat ini beliau akan tetap menjadi kyai besar atau justru sudah menjadi
penggede gereja. Aku berani bertaruh, beliau sekarang ini pasti sudah menjadi
pastur yang dikagumi para jemaat. Darisini aku mulai berpikir tentang keadilan.
Keadilan yang seharusnya bisa menyatukan perbedaan.yang seharusnya bisa
menyelesaikan perdebatan yang tak berujung. Tapi urusan ini bukan bidangku.
Hanya engkaulah yang seadil-adilnya mengurusi ini, kan Tuhan?
Dari berbagai
pertanyaan-pertanyaanku tadi, aku memutuskan untuk membuat janji kepadaMu wahai
Tuhan yang Satu. Sebagai manusia dan khususnya sebagai ‘aku’
yang mudah terombang-ambing, bahkan oleh tiupan semutpun aku sudah goyah. Setiap
hal yang akan kulakukan akan selalu mengikutsertakanmu. Aku berkata begini,
karena mustahil aku akan melakukan semua hal yang alasan utamanya adalah Engkau,
ya Tuhanku. Selalu ada kepentingan dibalik keputusanku. Ketika bersujud
kepadamu aku tidak benar-benar fokus menyembahmu. Aku memikirkan pahala dari
perbuatanku. Aku memikirkan surga seperti apa yang sudah kau persiapkan
untukku. Memang ada yang pernah berkata bahwa kau pun tidak melarangnya, karena
memang surga adalah janjimu bagi semua amal baik manusia. Tapi aku masih merasa
ada lubang besar yang harus Kau tutup. Pertanyaannya adalah bagaimana kau mau
menutupi lubang dihati ini jika hati ini masih memikirkan hal lain selain Engkau?
Maka dari itu ya
Tuhanku, maklumilah aku yang manusia ini untuk melakukan sesuatu sesukaku yang
semoga tidak merugikan orang lain. Dan dari itu aku berjanji untuk selalu
mengikutsertakanmu dalam semua keputusanku. Jika aku salah, biarkan dulu aku tersesat
dan aku akan mencari jalan keluar menemukanmu. Tegur aku jika sudah kelewat
batas. Aku akan mencarimu Tuhan. Bismillah. Dengan menyebut namaMu aku akan
menjalani hidup ini. Aku percaya jika aku terus mencariMu kaupun akan
menuntunku untuk bertemu dengan kesejatianMu. Min haitsu laa yahtasib…………………………………………………………………..
Beuuuh di hatinya lagi ada seseorang dari masa lalu nih kayaknya haha. Bacanya merinding...tapi pake spasing dong biar mataku ga kleyengan bacanyaaa
ReplyDeletehaha,, maklum keburu magrib :) Thanks for reading some nonsense :))))
ReplyDelete