PERJALANANKU


Aku malu. Setiap aku melihat ke cermin masa lalu, yang kurasakan hanya penyesalan. Selalu saja  kata pertama yang hadir setelah mengingat masa lalu adalah ‘seandainya’. Seandainya saja dulu aku tidak begini, mungkin aku sudah begitu. Seandainya dan mungkin. Ya itu adalah 2 kata putus asa yang kurangkum dalam satu kalimat. Lihatlah betapa kacau galaunya hidupku.
Lalu aku berusaha tetap menegakkan badan. Membusungkan dada. Aku mencoba tidak menengok kebelakang. Aku berjalan kedepan tanpa sekalipun menoleh. Aku sempat merasa beban penyesalanku berkurang. Lalu aku sampai pada persimpangan jalan. Aku tidak tahu arah mana yang harus kutuju. Ke kanan atau ke kiri atau tetap lurus saja. Aku memutuskan untuk berhenti. Hampir aku menengok ke belakang. Menggumam dalam hati, apakah sebaiknya aku kembali saja. Lalu aku putuskan untuk berhenti saja sejenak. Mungkin aku terlalu lelah. Aku menunggu petunjuk dan hidayah. Sepertinya persimpangan itu mempunyai rambu-rambu lalu lintas yang hanya mempunyai satu warna. Merah.
Aku menunggu. Apakah ada seseorang yang juga menunggu dipersimpangan ini bersamaku. Aku rasa tidak. Ini adalah jalanku sendiri. Mana boleh aku mengandalkan bantuan orang. Lagi dan lagi. Aku sudah dewasa, batinku. Untuk makan aku tidak perlu disuapi. Aku sudah tinggi. Akhirnya aku sudah mempunyai keputusan. Sudah kubuat bulat. Aku akan membuat jalanku sendiri. Di depan, kanan, dan kiri itu adalah jalan yang telah dirintis orang lain. Aku bukan ekor, congkakku pada semesta. Aku adalah kepala. Aku adalah bijaksanaku. Memang ada jalan untuk kembali tapi aku ogah membiarkan luka masa lalu yang sulit terobati datang lagi.
Aku rintis jalanku sendiri. Entah jadi apa aku nanti. Aku mencoba tidak peduli. Meski ada sedikit rasa khawaatir, sedikit demi sedikit kucoba usir. Jalanku adalah proses menuju aku yang sejati. Aku meninggikan egoku. Aku tidak pedulikan orang lain. Karena aku tidak ingin memiliki hutang budi kepada mereka. Cukup orang tuaku dan masa laluku saja yang sudah kubebani dengan berjuta-juta salah dan dosa. Ah, kenapa aku teringat masa lalu lagi. Sulit untuk melupakan memang. Terlebih kini sedang hujan. Betapa tersiksanya aku. Hujan bagiku adalah kenangan masa lalu. Dari rintik dan suaranya aku langsung terlena dengan masa laluku yang erat kaitannya dengan hujan. Aku adalah hujan bagi mereka di masa laluku. Hujan yang tidak pernah berhenti. Aku adalah bencana. Rencanaku adalah membuat bencana bagi mereka.
Aku sadar aku akan selalu teringat masa lalu. Meskipun hujan akan berhenti. Tetap saja hujan akan datang lagi. Entah kapan. Tapi aku akan tetap berjalan. Meskipun aku tidak tahu bahaya apa yang mengancam di depan.
Bergerak. Itulah yang dibutuhkan manusia setelah bernafas.  Move on. Make peace to the past. 

Comments

Popular Posts