THE STORY OF PPL
~formasi lengkap tim ppl gue~ |
Tulisan ini merupakan sekuel lanjutan
kisah tragis KKN gue. Bagi yang belum baca kisah KKN gue, sila baca dulu
ceritanya di à 2193
Ceritanya setelah sebulan
berjuang penuh peluh, bertumpah darah, berjuta tawa dan berderai air mata
(lebai) berKKN ria, gue cuman dikasih waktu seminggu untuk recovery karena
selanjutnya ada agenda besar lainnya yang disebut PPL.
Sebelum gue cerita panjang lebar
tentang pengalaman PPL gue, lebih baik gue ngejelasin dulu apa yang dimaksud
dengan PPL itu. Biar nanti dalam perjalanan kalian membaca artikel cadas ini
kalian ga tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Nanti ujung-ujungnya kalian
jadi butiran debu kalo gue ga ngasih tempe. #Eh
Oke, langsung aja gue kasih tahu,
PPL itu akronim dari Praktek Pengalaman Lapangan. Kegiatan sejenis magang
sesuai dengan jurusan kuliah yang diambil. Nah, berhubung waktu awal masuk
kuliah di salah satu kampus ‘beken’ di Jogja ini, gue ngambil jurusan PGSD
(Pendidikan Guru Sekolah Dasar), walhasil gue magang di bengkel odong-odong
SD. Tepatnya di SD Minomartani 6, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Kalo kata murid
gue, SD itu biasa disingkat Sminam.
Banyak cerita keren yang terjadi
selama satu bulan gue PPL di Sminam. Setiap harinya selalu menghasilkan
peristiwa-peristiwa seru sekaligus menyebalkan. Haha. Ngga juga sih. Tapi ya
gitu deh. Bingung juga gue ngejelasinnya.
Sebenarnya kalo mau, gue bisa
ngebuat berlembar-lembar halaman tentang kisah PPL gue ini mulai dari garis
start sampai titik finish. Namun berhubung gue takutnya kalian bosen ngebaca
cerita gue dan ditambah gue adalah penulis yang malas maka gue cuma mau nulis
poin-poin penting selama PPL gue aja, yang mana dibagi ke dalam beberapa poin :
1.
Waktu dan Lokasi PPL
Seperti udah gue
sebutin di atas, PPL gue berlangsung selama 1 bulan mulai tanggal 10 Agustus
sampai 12 September 2015 bertempat di Sminam, Sleman, Yogyakarta. Nah, waktu
dan lokasi PPL gue ini adalah preseden dari masalah-masalah gue selanjutnya. Lokasi
PPL gue di Sleman, sementara gue kuliah di kampus Bantul. Ngga terlalu jauh
sih, tapi kalo dibandingin sama temen-temen gue yang lain, lokasi gue termasuk
kategori jauh. Gue menuduh oknum-oknum yang bertanggung jawab atas masalah
pembagian lokasi yang semrawut ini adalah BNU dan SBR! Sempat berfikir untuk
ngekos di deket lokasi PPL aja, tapi kok kayaknya jarak dan waktunya nanggung
banget. Walhasil gue featuring temen-temen PPL gue nglaju dari kos sampe lokasi
PPL. Efek dominonya adalah gue harus berangkat pagi-pagi banget, belom lagi
rebutan kamar mandi sama temen kos yang juga PPL di SD lain, dan berangkat
dalam kondisi belum sarapan (yang terakhir sih udah biasa, gue selalu memegang
teguh prinsip hidup anak kos-yaitu sarapan hanya boleh dimulai jam sembilan ke
atas). Itupun pada akhirnya gue selalu menjadi yang terakhir sampai di lokasi
PPL, sering-sering telat malah.
2.
Kegiatan selama PPL
Tentu saja menu
utama PPL adalah berlatih mengajar. Entah berkah atau musibah, gue sekelompok
harus ngajar selama 14 kali selama satu bulan, ketika seharusnya PPL hanya
wajib mengajar selama 6 kali. Kalo dipikir sih berat, tapi ternyata waktu
dijalanin gak ada bedanya. Wkwkwk. Gila!! Berat banget!!! Kerjaan kelompok gue
tiap harinya cuman buat RPP terus besoknya ngajar lalu besoknya buat RPP lagi
kemudian besok-besoknya ngajar lagi. Gitu terus. Jadi ga heran kalo tulisan gue ini banyak apersepsinya. Gue udah
paham luar dalam tentang tetek bengek RPP. Selain sibuk ngeRPP dan ngajar, di
SD kelompok gue juga punya kegiatan lain seperti pramuka, nemenin anak-anak
latihan drum band, juga ada kegiatan lomba 17 agustus dan kegiatan kecil
lain-lain.
3.
Tokoh-tokoh PPL
Selama satu
bulan ini, banyak tokoh yang ikut mengambil peran dalam kegiatan PPL gue ini.
Pertama, temen-temen gue. Kelompok PPL gue terdiri dari 10 orang. Namun karena
seleksi alam yang sangat ketat bin kejam maka harus ada satu orang yang
tereliminasi. Jadi kelompok gue cuman tinggal 9 orang dan parahnya lagi cuman
gue spesies laki-laki di kelompok gue!!! Kalo dipikir-pikir secara logika,
beruntung banget gue. Bisa jadi kayak raja di kelompok gue. Tapi kenyataannya
gue justru lebih tepat disebut sebagai pesuruh. Ngga enak banget jadi seorang
pria diantara 8 wanita. Disuruh-suruh mulu. Tiap ada pekerjaan yang berat pasti
gue yang disuruh. Apalagi gue juga harus jadi ketuanya. Gue kasih tahu, gue
bukanlah leader-material. Gue lebih ke arah Tut wuri handayani. Gue lebih suka
ngekor dibelakang. Kalo ketua naik gunung, gue ngikutin dia naik gunung. Kalo
ketua terjun ke sumur, itu berarti gue yang ngedorong dia. Hahaha
Tokoh
selanjutnya adalah segenap warga sekolah. Mulai dari kepala sekolah yang baik
banget, guru yang baik aja, dan koordinator PPL yang asik, yang baru-baru ini
melepas masa lajangnya. Selamat menempuh hidup baru, Bro!
Tokoh terakhir
tentu murid-murid gue. Dari 14 kali ngajar, gue 8 kali ngajar kelas pamong,
yaitu kelas 3 dan selebihnya gue muter ke kelas-kelas lain. Jelas sekali, gue
deket banget ama murid-murid kelas 3. Meskipun gue yang ngajar disono tapi
justru kenyataannya gue yang belajar dari mereka. Banyak hal yang gue dapet
setelah ngajar mereka. Ilmu yang baru gue dapet sewaktu bener-bener terjun ke
lapangan.
foto bareng guru-guru memperingati keistimewaan jogja |
4.
Aliran Feminisme
Sebulan bersama
para bidadari yang terusir dari surga karena ketidaklayakan mereka, sungguh
ngebuat gue jadi feminim. Gue curiga kayaknya jiwa gue yang sebenarnya adalah
perempuan. Hahaha. Gimana ga jadi feminim coba kalo tiap harinya bahan obrolan
mereka adalah tentang ngegosipin cowok, tips-tips nikung yang bersahaja dan
ramah lingkungan, fashion, program diet yang bagus itu yang gimana dan hal
feminim lainnya. Tapi untungnya gue punya headset dan laptop yang bisa
membendung informasi-informasi feminim yang temen-temen gue obrolin agar ga
masuk ke otak gue. Gue harus berterimakasih kepada pembuat headset ini. Sungguh
penemuan yang hebat dan berguna. Meskipun banyak banget ga enaknya, tapi di
sisi lain gue rasa gue juga dapat beberapa hal positif dari mereka. Sedikit
demi sedikit gue bisa memahami sifat perempuan. Meskipun pada akhirnya gue masih
bingung dengan perilaku mereka. Selama sebulan gue bersama mereka, gue punya
testimony simpel tentang mereka. Because they were always talk with an annoying
and bad English when they speak with each other, so I try to describe them with
their language too. First of all, there was Astry. She is such a strong woman.
I am surely can tell that she is the strongest girl I’ve ever know. A very hard
working girl. Despite of her small-size body, she has a huge heart. Second,
there was Agitia. I don’t know what to say about this girl, but I think she is
very childish. But, sometimes she can be very reasonable and responsible girl.
Then there was Anna. This 55 kg-wannabe girl is the girl that always can be
count on. She is a good listener. It’s always nice to talk with her. Next,
there was Endang. She is my partner in the road. I think she is the reason I
always late to go to school. Hahaha. She is girl with a plan and the savior
when we starving. Then there was Bukit. She is not the girl you want to be
working with, because she can be so disturbing and long-loading. Hahaha. But
she’s the best for a chit-chat talk. Next, there was Rekyan. She is the
sophomore and a socialite girl. A very post-modern girl that can be so
persuasive and sometimes annoying too. Hahaha. But sometimes when I look at her
eyes, I think she is the fragile one. Next, there was Evi. She is so damn
mysterious girl. From the start till the end, I still don’t know anything about
her. All I can say is that she is an independent girl. And the last one is
Restu. She is the real character. Sometimes I think she is the girl-version of
me. A very colorfull girl that lead her to be a second craziest girl I’ve ever
known. I think that was all I can say about my crew-partner. Normally I would
say that it’s always nice being work and friend with them but I don’t really
think I am. Wkwkwkw.
5.
Pesan Moral PPL
Poin terakhir
gue yaitu pesan moral PPL. Sebenarnya banyak hikmah yang bisa diambil setelah
sebulan lebih gue PPL di Sminam. Tapi gue ambil garis besarnya aja, yaitu :
a. Pertama, pesan moral yang ngena banget buat gue
dan menghancurkan mimpi masa kecil gue adalah : Poligami itu ga enak! Sewaktu
kecil dulu gue pernah punya impian untuk poligami (parah banget impian gue),
namun setelah PPL ini gue ngerasa Poligami itu bukan hal yang menarik lagi.
Alasannya adalah, seperti yang gue bilang di atas, hidup bareng 8 perempuan itu
ga enak. Meskipun Poligami maksimal hanya boleh beristrikan 4 orang tapi
rasanya gue udah nyerah duluan. Untuk memahami satu orang saja gue harus
menghabiskan waktu seumur hidup, itupun sampe sekarang ga paham-paham apalagi
mau ngertiin 4 orang. Mustahil! Jadi mulai sekarang poligami udah gue hapus
dari to-do list gue.
b.
Kedua, ini yang agak serius. Setelah sebulan
ngajar setiap kelas di Sminam, terutama kelas 3, tiba-tiba mulai muncul lagi
pertanyaan fundamental gue sewaktu awal masuk kuliah. Apakah gue bener-bener
yakin bisa menjadi seorang guru, apalagi guru SD? Pertanyaan klasik itu udah
sejak lama ngeganggu konsentrasi masa depan gue, tapi baru setelah PPL ini
pertanyaan itu baru ngena banget. Dengan ‘semua’ ilmu yang gue dapat sewaktu
kuliah dan baru-baru ini benar-benar terjun langsung magang jadi guru,
pertanyaan ini mulai ngeganggu gue lagi. Mampukah gue menjadi seorang guru SD?
Temen-temen gue, sewaktu gue ngasih tau mereka kalo gue ngambil jurusan PGSD,
selalu nanya ke gue, mau jadi apa murid lo nantinya? Pertanyaan yang sangat
akurat. Mau jadi apa murid gue kelak? Gue yang gila, seenaknya dan ga
bertanggung jawab ini mau jadi guru yang seperti apa? Apalagi setelah melihat
dan mengajar langsung murid-murid kelas 3. Kira-kira apa yang bisa gue tawarkan
untuk bekal masa depan mereka? Ngajar kelas 3 aja gue hampir mati kutu walaupun
sangat menyenangkan karena karakter murid-murid gue yang colorfull banget,
terutama Cyril sang calon supermodel yang super agresif dan kadang over
confident, Dian yang sangat polos, jujur dan lucu banget, Rafael si anak broken
home yang sangat butuh perhatian, Geri yang berbadan paling kecil tapi ternyata
dia adalah pemimpin geng kelas yang mempunyai cita-cita menjadi pemburu manusia Belanda, Hujara yang penurut dan pendiam tapi ketika dia
diganggu dia bisa meledak seperti monster brutal dan murid-murid gue lainnya
yang punya karakter unik masing-masing. Bagaimana jika besok sewaktu
bener-bener jadi guru, gue nemuin karakter yang lebih dari mereka? Punya modal
apa gue????
Dari berbagai pertanyaan-pertanyaan diatas, akhir-akhir ini
gue mulai memikirkan ulang rencana masa depan gue. Kayaknya gue harus nyari
pengalaman yang banyak banget dulu biar bisa ngadepin murid-murid gue kelak.
me and the one and only cyrill |
Yups, mungkin itu aja yang bisa
gue certain tentang kisah suka-duka PPL gue. Sebenarnya banyak banget momen-momen
sederhana yang mengena di hati gue tapi gue males nyeritainnya. Selamat tinggal
PPL. Thanks for the real-live experience. Dah gitu aja. Wkwkwkwk.
Nostalgic story :D btw antara ppl sama kkn tragisan mana bro?
ReplyDeleteBoth has a tragic moment, and I'm not so picky haha,,
DeleteIam not childish. 😂😂😂😂😂😍😍😍
ReplyDeleteBut you act like one
DeleteWah UNY ya?
ReplyDeleteInjih leress,,
Deleteyou're rock aleks !
ReplyDeleteYeah,, thats kinda like my middle name,, hohoho
Deleteemang seru ya
ReplyDeleteSeru pake banget gan
DeleteLOL.
ReplyDeleteDi mana-mana PPL atau PKL nggak jauh beda. Tapi kalau kelompoknya seru sih seru. :D
Yups setuju....
Delete