PERTEMUAN, TOPENG DAN SI MATA SAYU
"Sebab Tuhan bisa menyutradarai sebuah film dimana semua pemainnya merasa dirinya adalah pemeran utama."
|
Malam ini aku tidak bisa tidur pulas. Otakku masih bekerja meski berkali-kali kupejamkan mata. Ini bukan insomnia. Aku selalu tidur sebelum tengah malam. Aku bukan termasuk spesies makhluk nokturnal.
Kesulitan tidurku malam ini disebabkan oleh
pertemuan besok. Pertemuan ini bukan pertemuan sembarangan. Aku akan bertemu
dengan si mata sayu. Ya walaupun pertemuan ini berlatar belakang bisnis. Tapi aku
sangat menantikannya.
Dua minggu lalu aku ditunjuk sebagai konsultan oleh
sebuah perusahaan yang sedang mempunyai proyek membangun hotel bintang lima di
sudut kota. Besok adalah pertemuan bisnisku pertama kali dengan perusahaan itu
yang mana diwakilkan oleh si mata sayu.
Sebenarnya aku
tidak mengenal si mata sayu. Bahkan aku belum pernah sekalipun berbicara
dengannya. Aku hanya sekali bertemu dengannya. Kurang lebih lima tahun yang
lalu dalam acara seminar motivasi bisnis. Waktu itu aku dan beberapa kolega
diutus untuk mengikuti seminar. Tentu si mata sayu juga hadir sebagai
mandataris perusahaannya.
Jika bukan karena perintah bos tentu aku sudah
menolak mengikuti seminar itu. Memang benar akan muncul semangat baru nan segar
setelah mengikuti seminar motivasi, tapi batas kadaluarsanya cuma sebentar. Paling
lama seminggu. Panas-panas tahi ayam. Efeknya hanya sebentar.
Aku masih ingat pertama kali aku melihat si mata
sayu. Waktu itu sedang ada diskusi dan tanya jawab antara motivator dan
audiens. Banyak sekali yang bertanya. Tapi aku tidak. Sesungguhnya dari awal
ceramah sang motivator aku sudah tertidur. Suara gaduh para peserta yang ingin
bertanya membangunkanku. Aku melihat di layar proyektor ada seorang wanita
sedang mengajukan pertanyaan. Dia nampak antusias. Mata yang sebelumnya sulit
kubuka ini tiba-tiba terbelalak. Aku tertegun melihat keindahan mata sang
penanya. Indah sekali. Dia sangat cantik. Wajahnya tidak kalah dibandingkan
artis ibukota. Suaranya pun terdengar merdu. Rasa ngantukku hilang seketika. Diganti
rasa kagum dan terpesona. Aku rasa aku tidak berkedip sewaktu melihat layar
proyektor itu. Sorot matanya. Sorot matanya.
Matanya sangat bening. Menyimbolkan dirinya
tidak pernah ternoda. Aku jatuh cinta dengan matanya pada pandangan pertama. Belum
pernah aku melihat mata sepolos dan jernih itu. Terkesan sedih dan haru jika
aku memandangnya lebih dalam. Betapa matanya menimbulkan multimakna bagiku. Jika
boleh, aku ingin mencongkel matanya lalu kuambil dan kubawa pulang. Biar aku
mudah untuk memandangnya setiap hari.
Meskipun aku terlalu konsentrasi
dengan matanya dan tidak menyimak pertanyaannya aku sangat ingat waktu dia
memperkenalkan diri. Salwa Ermera namanya. Nama yang indah dan unik. Sejak saat
itu nama dan sorot matanya sudah terpatri di benakku.
Aku mulai bersemangat dan pura-pura
antusias terhadap seminar ini. Bukan ceramah dari motivator yang kupikirkan, melainkan
cara agar aku bisa mendekati si mata sayu. Akhirnya aku mempunyai ide. Aku akan
bertanya dulu ihwal si mata sayu kepada rekan-rekannya.
Setelah ceramah, acara selanjutnya adalah games. Aku
lupa nama gamenya. Tapi yang kuingat adalah aku berhasil menanyai beberapa
koleganya tentang si mata sayu. Pertama aku bertanya kepada rekan laki-laki
seperusahannya. Dia menjawab tidak tahu menahu tentang si mata sayu. Dia merasa
si mata sayu bukanlah rekan seperusahannya. Padahal aku yakin waktu itu dia
duduk di sebelah si mata sayu.
Selanjutnya aku tanya kepada rekannya yang lain. Jawabannya
singkat namun menonjok jantungku keras sekali. “Oh, dia itu pacarnya orang yang
kau tanyai tadi.” Mendengar kalimat itu rasanya aku ingin terjun ke jurang
paling dalam sedunia. Maluku di Ambon!!!. Aku malu sekali dengan pria yang
kutanyai sebelumnya. Ternyata dia adalah pacar si mata sayu. Sialan. Malu dan
kecewa terjadi bersamaan. Aku mulai tidak bersemangat lagi.
Acara seminarpun kembali berjalan
membosankan. Aku mulai kembali ke aktifitas awalku. Tidur. Tapi kali ini tidak
bisa. Bayangan mata sayu itu masih menggangguku. Aku tidak bisa tidak
memikirkannya. Peduli setan. Aku hanya mempunyai kesempatan sekali seumur hidup
untuk melihat keindahan mata itu. Jadi aku putuskan untuk mencari tempat
duduknya dan memandangnya sepuasku.
Ternyata Tuhan mendukungku. Di acara
selanjutnya, seminar dilakukan dengan format lesehan. Kami duduk bersila dan
membentuk lingkaran sementara si motivator berada di tengah-tengah. Aku mencari
posisi si mata sayu. Aku menemukannya. Asyik. Aku girang sekali. Selama acara
terakhir di seminar itu aku bisa menatap si mata sayu. Konsentrasiku hanya ada
di matanya. Pernah aku kepergok ketika menatapnya. Sekali dia mencoba
melihatku, lalu membuang muka. Dia penasaran dan melihatku lagi dan aku masih
menatap matanya. Dia mulai terganggu dan aku masih menatap matanya tidak peduli
apa yang dia pikirkan. Kemudian dia menyuruh teman sebelahnya untuk mencuri
pandang ke arahku. Aku masih menatap matanya. Aku melihat temannya membisiki si
mata sayu. Aku rasa yang mereka berdua bicarakan adalah tentang aku. Mereka mungkin
berpikir aku ini sejenis teroris atau pria mesum atau pelaku tindak riminal lainnya.
Aku tidak peduli dengan pembicaraan mereka. Aku masih menatap matanya. Sampai acara
selesai.
Sebenarnya aku ingin mendekatinya
dan berbicara dengannya. Tapi aku ragu-ragu. Pertama karena dia sudah punya
pacar. Kedua ada insiden memalukan dengan si pacar. Dan ketiga aku rasa dia
jijik melihatku menatap matanya. Akupun mengurungkan niatku. Aku menganggap si
mata sayu adalah hiburan sesaat bagiku. Intermeso bagi kejengahanku. Aku pasti
bisa melupakannya.
Lima tahun berlalu. Ketika aku
membaca nama klien yang akan kutangani aku hanya bisa tersenyum. Entah senyum
itu melambangkan apa. Salwa Eremra. Apakah ini takdir? Aku mulai ge-er dengan
Tuhan. Tapi tidak ada salahnya aku ge-er. Sejak kecil aku selalu percaya bahwa
hidup ini sudah direncanakan Tuhan. Aku pemercaya takdir. Aku sangat yakin
sifat Tuhan yang belum pernah disebut adalah Tuhan Maha Sutradara. Bukan sutradara sembarangan pasti. Sebab Tuhan
bisa menyutradarai sebuah film dimana semua pemainnya merasa dirinya adalah
pemeran utama. Aku pun merasa begitu. Aku adalah protagonis utama bagi kehidupanku.
Sialan. Aku masih belum bisa tidur. Banyak
pertanyaan yang muncul di benakku. Semuanya bertema pertemuan besok. Aku penasaran
apakah si mata sayu masih ingat diriku setelah lima tahun berlalu. Semoga tidak.
Selain berbagai pertanyaan,
sebenarnya ada hal lain yang mengganggu tidurku. Sebagai konsultan biasanya aku
akan bekerja di perusahaan itu sampai proyek itu selesai. Jadi tidak main-main.
Aku akan bertemu si mata sayu kurang lebih selama setahun sesuai target proyek.
Tuhan sudah memberikan jalan. Di kesempatan pertama memang aku gagal total. Sekarang
Tuhan memberiku kesempatan kedua. Pertanyaannya apakah pantas aku mendapat
kesempatan langka itu?
Terlebih aku juga mempunyai masalah
dengan diriku. Jika memang pertemuan besok adalah takdir Tuhan maka aku harus
memperlihatkan sosokku yang sebenarnya. Yang biasanya tidak pernah kulakukan. Aku
ingin si mata sayu melihat karakter asliku. Yang biasanya tidak pernah kutunjukkan.
Jujur, aku adalah seorang anti sosial
yang apatis. Aku ini termasuk golongan introvert. Sejak kecil sampai SMP
temanku bisa dihitung menggunakan jari tangan. Aku kuper dan sulit bergaul
dengan lingkungan sekitar. Sampai pada satu titik aku bosan dengan kehidupanku.
Setelah lulus SMP aku memilih SMA yang jauh dari lingkunganku. Aku memilih
untuk ngekos. Aku ingin mandiri. Kilahku pada orang tua yang menanyakan
keputusanku yang kontroversial waktu itu.
Sebenarnya bukan karena ingin
mandiri. Aku ingin merubah hidupku. Kuputuskan untuk memakai topeng. Tidak tanggung-tanggung
aku memilih topeng joker. Aku berusaha menjadi orang yang bebas, seenaknya
sendiri dan yang paling penting membuat tingkah dan ucapan yang konyol agar
orang lain tertawa yang menurutku akan membuatku mempunyai banyak teman. Bagiku
orang yang tertawa berarti mereka bahagia. Ini murni penelitianku terhadap
hidupku. Aku tidak pernah tertawa dan aku tidak pernah bahagia. Jadilah aku
menjadi joker. Seorang badut yang berusaha membuat orang lain tertawa.
Awalnya memang sulit dan kaku namun
seiring waktu berjalan aku bisa menguasai karakter jokerku. Di tempatku yang
baru ini aku mendapat tempat di hati setiap temanku bahkan guruku. Aku terkenal
sebagai orang yang serius dengan ketidakseriusannya. Sebenarnya agak risih juga
aku di katakan seperti itu. Oleh karena itu aku mulai berkomitmen. Aku ingin
mengupgrade sifat jokerku. Aku ingin dikenal sebagai seorang badut yang
mempunyai kelebihan. Setiap malam aku selalu belajar. Ketika masuk kelas aku
hobi membuat joke-joke konyol agar teman sekelasku tertawa. Tapi rahasianya,
aku sangat bersungguh-sungguh mendengarkan penjelasan guru. Mulailah aku
disegani. Aku dihormati. Aku termasuk siswa cerdas disekolahku.
Sampai aku kuliah topeng itu tidak
pernah kulepas. Aku sangat nyaman berperan sebagai joker. Bahkan aku mulai
merasa bahwa karakter ini bukanlah topeng. Aku merasa ini adalah karakter
asliku. Aku adalah joker sejak lahir. Aku sudah lupa dengan sifat lamaku. Meski
dilingkungan lamaku aku masih menjadi seorang introvert.
Sampai pada suatu momen. Ketika teman-temanku
tertawa mendengar joke-joke sederhanaku. Saat itu aku tersadar. Aku merasa
hampa. Ada lubang di sukmaku. Aku seperti kehilangan pegangan. Aku teringat
kembali wajah asliku. Sedih memang jika mengingat masa laluku. Aku merasa
senyumku adalah palsu. Muncul kebencianku terhadap topengku. Batinku seakan
menjerit. Aku lelah dengan topeng ini. Aku bosan dengan semua kepalsuanku. Aku ingin
kembali menjadi diriku. Yang tidak pernah terganggu dengan tingkah laku
sekitarku. Terjadi konflik di dalam hatiku.
Jadilah aku seperti Dr Jekyl dan Mr
Hide. Mungkin ungkapan itu sedikit berlebihan. Tapi aku merasa seperti itu. Kadang
aku menjadi diriku yang introvert kadang aku memakai topeng jokerku. Meskipun kebanyakan
aku memakai topeng andalanku itu.
Sampai pada detik ini aku masih
memakai topeng joker. Aku bimbang. Besok ketika bertemu dengan si mata sayu aku
harus menjadi siapa. Apakah aku menjadi si kuper atau menjadi sang joker? Sejak
dulu aku ingin jika ada seseorang yang kucintai dengan sangat maka aku harus
menunjukkan karakter asliku. Aku ingin orang special itu mencintai kelebihanku
dan menerima kekuranganku. Tapi sulit untuk menemukan seseorang yang seperti
itu jika aku menjadi diriku yang asli. Tuhan bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?
Aku tahu. Yang harus kulakukan
sekarang adalah tidur. Aku harus mengistirahatkan otakku. Pasti otakku sudah
kewalahan diserang berbagai pertanyaan sejak dua minggu lalu. Semoga Tuhan
memberi petunjuk agar besok ketika pertemuanku dengan si mata sayu bisa menjadi
pijakan awal untuk hubungan yang lebih serius. Aku sangat menginginkannya. Impian
ini mati selama lima tahun dan kini berkat keajaiban impian ini hidup lagi. Bahkan
sekarang mimpi ini lebih liar. Aku bahkan tidak peduli apakah dia masih
berpacaran dengan orang yang membuatku malu dulu atau sudah mempunyai pacar
yang baru. Satu hal yang pasti kuketahui. Dia belum menikah.
Baiklah sekarang waktunya tidur. Aku
menarik napas dalam-dalam. Sambil memejamkan mata kurapal mantra saktiku agar
aku cepat terlelap…
Satu
domba….dua domba….tiga domba….empat salwa. Sial! Aku teringat nama si mata
sayu. Aku hitung kembali domba-dombaku. Lima domba…enam domba…tuju joker. Bedebah!
Aku teringat masalahku. Kutarik napas lagi. Kuhitung kembali domba-dombaku. Delapan
domba…Sembilan domb…sepuluh do…. Zzzzzttttttttt.
Gregetan baca ini. Suka bgt gaya tulisannya, krn gue jg nulis pake gaya ini. Mata sayu, topeng.. .uhhh misterius, gelap, tapi ada rasa trenyuh gt sama si "cowok".
ReplyDeleteasikkk,,,,
DeleteBaru pertama kali berkunjung langsung suka sama gaya penulisannya, bagus nih kak.. terkadang menjadi orang yang serius dalam ketidakseriusannya itu perlu, biar otak tak jadi oleng :)))
ReplyDeletesetuju,, otak memang kadang harus direfresh
Deleteyang bagian memakai topeng joker itu nenarik...seperti kehidupan seseorang yg saya kenal :D
ReplyDeleteKayaknya lu harus nolong orang yang lu kenal itu. Kesiann banget hidupnya... :))
Delete