AMANDEMEN PELANGI
Sudah
beberapa hari belakangan hujan tidak turun. Hanya awan hitam dan hawa kelam
yang menjadi perwakilannya. Itu tidak cukup! Seruku pada hujan. Aku
menginginkan hujan. Saat ini juga besok dan seterusnya. Aku haus. Hanya air
hujan yang sanggup menghilangkan dahagaku. Aku tergila-gila pada hujan. Aku tak
mau mengelaknya. Aku justru bangga. Aku pengagum hujan. Kenapa dulu manusia
kebanyakan menyembah matahari? Hujan sejuta kali lebih indah.
Sebenarnya
aku mananti hujan karena saat ini sedang merindui pelangi. Aku hanya sedih. Sepertinya
ada sesuatu yang mengganjal. Selama berbulan-bulan hujan bertamu, belum pernah pelangi
dan aku bertemu. Apa aku yang kurang serius mencari sang pesona lengkung
warna-warni? Tidak juga. Setiap selesai hujan aku selalu keluar rumah melihat
keadaan sekitar. Mendongak keatas. Tapi tidak kutemui barang satu warna pun di
ketinggian. Hanya pekat. Kadang kelabu.
Kemana
pergi pelangi? Hujan memang indah. Tapi tetap tak akan lengkap tanpa kehadiran
pelangi. Meski tidak harus selalu ada, pelangi tetap harus muncul. Setidaknya sekali
dalam 25 kemungkinan.
Kata
mereka pelangi adalah jelmaan bidadari kahyangan. Yang akan datang setelah
hujan. Menghibur hati para manusia. Bidadari yang mewujud warna dan warni
lengkung di ketinggian. Benarkah seperti itu? Jika benar begitu kenapa pelangi
tidak muncul setiap waktu. Hibur aku. Yang selalu bersedih setiap waktu.
Banyak
ujar-ujaran populer yang mengatakan seiring datangnya hujan yang lebat pun
deras akan hadir eksotisme pelangi yang selalu muncul setelahnya. Membawa keindahan.
Memberi bukti bahwa sebesar apapun bencana dan masalah yang datang akan selalu
ada titik cerah dibaliknya. Akan ada titik balik.
Para
menteri iklim dan petinggi majelis cuaca harus berkumpul. Bermeja bundar
membahas kemungkinan adanya amandemen pelangi. Mereka harus bertanggung jawab
terhadap ketidak hadiran pelangi. Pelangi yang datangnya hanya kadang-kadang
harus diganti. Harus muncul setiap kali hujan berhenti. Karena bagiku hal itu
adalah hal paling relevan yang harus terjadi.
Tamakkah
aku jika berpikir seperti itu? Aku tidak peduli. Aku ini penikmat hujan. Aku
ini pengagum pelangi. Aku sangat menantikan hujan dan pelangi.
Oh
pelangi, jika kau memang jelmaan para bidadari datanglah kemari. Di tempat
biasa kita bertemu. Aku sangat menantimu. Aku ingin memberitahumu. Ada seorang
bidadari cantik yang tertinggal disini. Lupa kau ajak berparade keliling dunia
menghibur makhluk bumi.
Lalu
tiba-tiba muncul pertanyaan dalam batinku ketika kau tak kunjung datang
menjemput sang bidadari yang tertinggal. Apakah sengaja kau meninggalkan satu
bidadari itu untukku? Agar kau tak perlu repot-repot datang bergerombol
menghiburku. Benarkah begitu?
Tulisannya oke, tapi kurang laki. Hehehe lebih greget yang sebelumnya mas. Tapi gue suka dengan konsep pelangi dengan amandemennya. Ayo lagiiiiiii tuliiiiiis
ReplyDeleteefek feminisme,,, haha okeee siappp
DeleteHujan membawa berkah
ReplyDeleteaku juga suka pelangi. tapi kalo hujan pas lagi libur aja deh. kalo pas lagi kuliah ribet jadi becek n dingin hehehe
ReplyDeletemalah asyik mas kalo beek n dingin,, ada sensasinya hehehe
DeleteGaya tulisannya puitis. Salam kenal ya.
ReplyDeleteMakasih,, salam kenal juga
ReplyDelete