MATA MEREKA ADALAH SEPASANG KEKASIH




“Duhai. Ternyata, pada setiap mata ada kejernihan. Di sana kau bisa melihat jiwa. Jiwa yang mulia. Tak bisa melihatkah kau? Itu lantaran manusia tersandung pada segala yang membingkai mata. Orang sibuk melihat apa yang di seputar mata, dan tak bisa mencapai yang utama.”
Ayu Utami, Maya 

Namanya Barbarez. Pengangguran berusia seperempat abad. Gelar sarjana yang diperolehnya dari universitas swasta di kotanya belum cukup untuk menjaminkannya sebuah pekerjaan.
Barbarez mempunyai badan yang tinggi dan kurus. Posturnya cocok untuk menjadi atlet basket. Tapi sayang, Barbarez lebih memilih untuk menekuni dunia balet. Rambut Barbarez terlalu acak-acakan. Dia tidak pernah mengenal sisir dalam kamus hidupnya. Konon sewaktu jaman sekolah tukang cukur favoritnya adalah guru BK. Gratis dan cepat.
Barbarez suka memakai kaca mata meski tidak mempunyai gangguan mata. Baginya, orang yang memakai kaca mata, tingkat kepandaiannya akan bertambah 37 %. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukannya sewaktu jaman SD. Teman-teman sekelasnya yang memakai kaca mata pasti selalu mendapat rangking bagus. Jadilah sejak saat itu Barbarez meminta orang tuanya untuk membelikannya kaca mata. Eksperimen kaca mata yang dilakukan Barbarez berhasil. Setelah Barbarez memakai kaca mata, rangking Barbarez menjadi tiga puluh tujuh di antara empat puluh siswa.
Tidak ada yang spesial dari Barbarez, selain fakta bahwa dirinya saat ini sedang jatuh cinta. Rosita adalah nama perempuan malang yang menjadi tersangka utama pencuri hatinya. Sayangnya kisah cinta romansa kidung kasih antara Barbarez dan Rosita hanya terjadi di Planet Pluto. Di Planet Bumi, Rosita sudah menjalin cinta dengan Guillherme, teman masa kecilnya yang sudah dipacarinya sejak SMP. Barbarez sudah nyaman tinggal di Pluto, dimana dia dan Rosita adalah sepasang kekasih yang menguasai kerajaan di sana. Barbarez tidak tahu bahwa sekarang Pluto sudah tidak dianggap Planet lagi. Tapi itu sudah termasuk kemajuan baginya, dulu dia mengira bahwa di dunia ini hanya ada dua planet. Bumi dan Namex.
Guillherme dan Rosita adalah pasangan normal seperti pada umumnya. Hubungan mereka seperti Roller Coaster, sering naik turun. Tapi perjuangan cinta mereka patut diacungi jempol karena sudah hampir sepuluh tahun mereka bersama dan tetap saling mencintai. Dekade bukanlah waktu yang singkat dalam urusan cinta. Butuh energi yang besar untuk sampai pada titik itu. Pertanyaan untuk Barbarez, mampukah dia membuat Rosita melupakan Guillherme dan berpaling padanya?
Bukan tanpa alasan Barbarez memilih Rosita untuk menjadi perempuan yang dicintainya. Selain karena kecantikan Rosita dan keramahannya yang membuat Barbarez selalu nyaman didekatnya, Barbarez selalu merasa ada sesuatu yang aneh dengan mata Rosita ketika mereka saling beradu tatap. Mata mereka seperti sudah lama saling mengenal. Mata mereka saling berbicara. Mata mereka adalah sepasang kekasih!
Barbarez baru mengenal Rosita tiga bulan belakangan ini. Andrea, teman Barbarez yang mengenalkannya dengan Rosita. Mereka bertemu, berkenalan lalu berteman. Seperti manusia pada umumnya. Menjadi tidak umum, ketika dalam waktu singkat itu Barbarez mempunyai perasaan terhadap Rosita meski Barbarez tahu bahwa Rosita sudah mempunyai pendekar pujaannya sendiri.
Barbarez tidak terlalu mengenal Guillherme. Lebih tepatnya tidak mempedulikannya. Bukan seperti Barbarez yang pengangguran, Guillherme adalah seorang polisi. Setelah lulus dari akademi kepolisian tahun lalu, Guillherme saat ini sedang dinas di luar kota. Jadi Rosita dan Guillherme sedang menjalani hubungan LDR. Perjuangan yang berat bagi mereka, mengingat mereka selalu bersama selama bertahun-tahun.
Sudah dua minggu ini Barbarez mulai berhenti menjadi pengangguran. Barbarez mempunyai pekerjaan baru yaitu memikirkan Rosita. Baginya memikirkan Rosita adalah pekerjaan paling sulit dan indah yang pernah di kerjakannya. Barbarez selalu terpesona dengan mata Rosita. Mata Barbarez selalu menyuruh Barbarez untuk selalu dekat dengan Rosita. Bahkan matanya memerintahkan Barbarez untuk mengatakan pada Rosita bahwa mata mereka adalah sepasang kekasih.
Tiga bulan melawan sepuluh tahun. Merupakan misi yang mustahil untuk menghancurkan bangunan cinta yang pondasinya sudah sangat kokoh. Tapi Barbarez adalah Barbarez. Satu hal yang harus diketahui semua orang tentang Barbarez. Dia adalah laki-laki yang jarang menggunakan otaknya. Dia selalu bertindak terlebih dahulu. Memikirkan resikonya adalah urusan belakangan.
Jadilah Barbarez menemui Rosita. Di kafe tempat pertama mereka bertemu. Di tempat mereka biasa nongkrong. Bedanya sekarang mereka hanya berdua. Barbarez dan Rosita. Tanpa Andrea, Javier, Marquette, Lorelei dan teman-teman mereka lainnya.

“Hei, maaf terlambat” seru Barbarez tanpa dosa dan rasa bersalah pada wanita berbaju marun yang sedang menyeruput cokelat panas di cangkirnya. Sudah menjadi kebiasaan Barbarez bahwa dia bukan orang yang tepat waktu. Dia selalu berkilah bahwa dia ingin melanjutkan tradisi bangsanya. Terlambat adalah hal yang Indonesiawi menurutnya.
“Ngga papa. Gue juga baru dateng. Eh ini sudah termasuk perkembangan yang pesat loh. Biasanya elu terlambat satu jam. Untuk cowok sejenis elu, terlambat setengah jam termasuk tepat waktu.” ujar Rosita panjang lebar seperti biasanya.
“Sialan lu” keluh Barbarez dengan senyum khasnya sambil menarik salah satu kursi dan melepaskan jaket hoodie favoritnya lalu duduk tepat di hadapan Rosita.
“Mana yang lain?” Rosita bertanya pada Barbarez, “katanya rame.”
“Lha bener kan. Ini kafenya rame,” jawab Barbarez.
“Iih serius. Kok pada belom dateng sih.” protes Rosita dengan nada khasnya yang terdengar manja yang selalu membuat Barbarez tergoda.
“Mereka ga pada dateng kali,” jawab Barbarez seenaknya.
“Pegimane sih. Elu ngajak mereka ngumpul juga kan?” tanya Rosita dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.
“Enggak” Barbarez menjawab pertanyaan Rosita tanpa beban.
“Lah terus?” Rosita mulai bingung dengan tingkah Barbarez yang agak aneh.
“Yaudah gitu aja”
“Ah ga asik. Rosita mau pulang aja ah kalo gitu." Kata Rosita pada Barbarez dengan kesal.
“Eh, tunggu dulu. Gue ngajak loe kemari sendirian karena gue mau ngomong sesuatu sama elu.” akhirnya Barbarez mulai bicara serius.
“Apaan lagi? Proyek nyulik balita di TK deket rumah loe? Udah gue bilang itu namanya trafficking. Ga pernah belajar agama lu ya?” timpal Rosita dengan sewot.
“Bukan itu. Kalo untuk proyek itu gue udah nemu partner yang lebih asyik daripada elo.”
“Terus proyek apa dong?” Rosita pura-pura penasaran.
“Oke dengerin ya,” ujar Barbarez sambil menghela napas dalam-dalam “gue suka elo.”
Rosita diam seakan menunggu kalimat lanjutan dari Barbarez tapi tidak ada suara dari mulut Barbarez. “Oke, Gue juga suka sama elu,” kata Rosita menunggu Barbarez berbicara lagi.
“…” Barbarez hanya diam.
“Terus apa yang mau diomongin?” tanya Rosita pada Barbarez.
“Yaudah gitu aja. Gue suka sama elo. Titik.” Kata Barbarez agak ragu.
Rosita akhirnya menangkap maksud dari Barbarez. Matanya kemudian melotot. Dia hampir memarahi Barbarez yang berbicara seenaknya. Tapi hal itu urung terjadi karena pelayan kafe keburu datang sambil membawakan kopi pesanan Barbarez.
“Terima kasih mbak” kata Barbarez kepada pelayan kafe.
Setelah pelayan kafe agak menjauh dari kursi mereka Rosita kemudian berkata pada Barbarez, dia sudah bisa mengontrol dirinya,  “Apa? Elo udah gila ya?”
“Elo bukan orang pertama yang bilang gitu ke gue. Bagi gue itu sebuah pujian. Makasih Rosita.” kata Barbarez kembali dengan humor garingnya.
“Gue udah punya cowok tahu. Perasaan gue udah bilang kalo gue punya cowok kan ke elo.” Rosita masih tidak percaya perkataan Barbarez.
“Iya gue tahu.”
“Terus?”
“Ini mungkin gila. Salah. Ini memang gila. Tapi ini kenyataannya. Gue punya perasaan lebih ke elo. Dan itu ga enak kalo cuma dipendem sendirian.”
“Jadi lo udah lebih baikan setelah ngomong gini?”
“Sebentar. Gue rasain dulu. Iya bener. Gue agak baikan. Dikit doing tapi.”
“Terus apa yang lo harapin dari gue setelah ngomong gini ke gue.”
“Gue sih ngga berharap apa-apa. Mungkin cuma ngarep elu putus ama Guillherme, terus nerima cinta gue.”
“Ya ga mungkin lah. Gue udah pacaran ama Guillherme selama sepuluh tahun. Itu sama dengan 3650 hari tau!  Elu baru kenal gue kurang dari seratus hari aja udah berani mikir begituan?” Rosita masih tidak percaya pengakuan cinta Barbarez padanya.
“Mau gimana lagi. Cinta kan ga kenal angka.”
 “Apa lo ga nyadar kalo elo bilang cinta ke gue itu bakal ngebuat hubungan kita jadi aneh. Gue punya rasa bersalah ke elo. Elo gitu juga. Pertemanan kita mulai terganggu. Bla bla bla”
“Apakah bakal jadi gitu nantinya?”
Rosita diam sebentar. “Ya kalo orang normal sih gitu. Mereka akan mulai ga enak kalo bertemu setelah mereka ngobrol kaya kita malam ini. Tapi gue hampir lupa, elo bukan orang normal sih ya. Jadi gue rasa hal ini nggak akan jadi masalah. Gue juga nyoba ngebuat ini bukan masalah besar diantara kita.”
“Jadi cuma gitu? Aku cinta kamu lho. Masak responnya malah diabaikan.” sekarang giliran Barbarez yang bertanya.
“Gue kan udah bilang kalo gue udah punya pacar dan ga mungkin gue suka sama elo.”
“Oke kalo gitu. Yaudah.”
“Terus?”
“Lu kan udah ngejawab pertanyaan gue.”
“Maksud gue terus perasaan elo mau lo gimanain?”
“Elo ga penasaran kenapa gue bisa suka sama elo?“
“Oke, sebenernya ada rasa ingin tahu juga sih.”
“Gue suka sama elo karena ….” Barbarez tidak melanjutkan kalimatya.
“Karena?” Rosita masih menunggu.
“Gue kok lupa ya kenapa gue bisa suka sama elo. Bentar gue ingat-ingat dulu.”
“Oke sambil lo nginget-inget, gue mau bilang, mana ada cewek yang akan nerima cinta elo kalo lo aja ga tau kenapa lo bisa jatuh cinta sama dia, dodol!”
“Gue inget. Gue suka sama elo karena gue suka sama mata elo.”
“Gitu doang? Jadi gue harus merem tiap ketemu lo biar lo ga jatuh cinta sama gue?”
“Gue kasih tau ya, sebenarnya mata gue yang suka sama mata elo. ‘Mata kita,’ gue ngutip kata-kata dari mata gue, ‘adalah sepasang kekasih.’ Entah lo bakal percaya ato enggak, tapi gitu kata mata gue.”
“Apakah lo segila itu? Bisa bicara ama mata sendiri?”
“Pernah ga sih lo ngerasa, waktu elo ngeliat ke gue ada perasaan aneh gitu. Gue tiap kali ngeliat elo, mata elo tepatnya gue ngerasa ada sesuatu di balik mata elo. Seolah-olah mata kita saling bicara. Dan sekarang ini, kalo lo percaya, mata kita sedang saling bicara.”
“Oh ya, mereka sedang ngobrolin apa?”
“Gue ga akan bilang. Elo harus tanya ke mata elo sendiri.”
“Ah udah ah. Gue gak mau ngikutin elo. Lama-lama gue bisa jadi gila sendiri nanti.”
Barbarez hanya tertawa kecil seolah dia memenangkan pembicaraan malam ini.
“Jadi mau lo gimanain perasaan elo?” Rosita mengulangi pertanyaan yang tadi belum sempat dijawab Barbarez.
Barbarez terdiam beberapa saat sambil menunduk. Kemudian menegakkan kepalanya dan berkata, “Elo ga perlu repot-repot mikirin perasaan gue. Gue bisa ngatasin ini kok.”
Entah kenapa Rosita berpikir bahwa kalimat yang barusan dikatakan Barbarez adalah kata yang paling masuk akal yang dia ucapkan malam ini. “Udah malem nih. Gue pulang dulu ya. Lo janji kan ga akan pernah ngungkit pembicaraan kita mala mini kan.”
“Seharusnya gue yang ngomong gitu ke elo. Mau gue anter pulang?” kata Barbarez.
“Ah ga usah. Gue bawa mobil sendiri kok. Lagian gue juga belum ngantuk-ngantuk banget.” Mana bisa Rosita ngantuk kalo ada temennya tiba-tiba mengatakan cinta padanya. Sudah lebih dari sepuluh tahun ini Rosita tidak merasakan perasaan kaya gini. Dan memang kadang, Rosita merindukan perasaan seperti ini.
“Kalo lo belum ngantuk kenapa lo mau pulang?”
“Nanti kalo gue kelamaan disini gue bisa jatuh cinta sama elo.” ujar Rosita mencoba menggoda Barbarez.
“Haha, lucu. Yaudah hati-hati ya. Gue pulangnya nanti aja.”
“Oke malem.”
Rosita meninggalkan Barbarez sendirian di mejanya. Barbarez hanya melihat punggung Rosita pergi meninggalkannya sendirian sambil tersenyum. Meskipun cintanya ditolak mentah-mentah oleh Rosita tapi ada rasa bangga dan kelegaan yang luar biasa karena telah menyatakan perasaannya malam ini. Setidaknya dia sudah memenuhi janjinya dengan matanya.
Meskipun hatinya hancur, Barbarez masih tetap tersenyum. Sambil mendengarkan alunan musik kafe yang sayup-sayup terdengar, Barbarez menyeruput kopinya yang sejak tadi belum dijamahinya sama sekali.
Hampir seperti perjuangan Pangeran Diponegoro yang tetap berperang melawan kompeni Belanda meskipun dia tahu dia akan kalah. Dan juga seperti Adipati Karna yang tetap bertempur dengan Arjuna meskipun tahu dia masih kalah hebat dengan ksatria Pandawa itu. Kira-kira itu yang dipikirkan Barbarez tentang perjuangannya malam ini. Kemudian terdengar bisikan lembut dari mata Barbarez, “Tenang Bro. Lo ga kalah kok. Tadi gue udah ngobrol sama mata Rosita dan memang benar, mata kita adalah sepasang kekasih. Gue kasih tahu ya, tadi mata Rosita bilang kalo mulai dari sekarang dia akan berusaha untuk membuat Rosita jatuh cinta sama elo. Lo harus berjuang lebih keras lagi mulai dari sekarang."
Mendengar kata-kata dari matanya Barbarez hanya tertawa kecil sambil menikmati kopinya.


***



Comments

  1. serem ih liat matanya, jadi merinding mas :( *atutt*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu sengaja biar ada kesan scary scary horornya hahaha

      Delete

Post a Comment

Popular Posts