IRONI PARA PERINDU
“Missing someone, they say, is self-centered. I self-center you more than ever.” ― Saša Stanišić, How the Soldier Repairs the Gramophone |
Ada yang sedang merindukan seseorang namun dia takut
jika yang dirindui tahu. Dia hanya berani mengikuti kehidupan seseorang yang
dirinduinya lewat dunia maya, sebuah dunia yang sekarang-sekarang ini lebih
dihargai daripada dunia nyata. Menurutnya, cukup sekedar tahu aktifitas pujaan
hatinya sudah membuatnya bahagia. Akan muncul letupan-letupan surgawi yang
menenangkan ketika tahu aktifitas perempuan terkasihnya. Lalu ketika sampai pada waktu dimana dia harus
berbicara dengan perempuan terkasihnya di kehidupan nyata dia hanya diam saja.
Bukan apa-apa. Dia hanya takut ketika dia membuka mulut kemudian tidak sengaja
dia menyebutkan sesuatu yang spesifik tentang perempuan terkasihnya. Padahal
dia dan perempuan terkasihnya tidak pernah punya sejarah berbicara tatap muka
maupun tanpa tatap muka. Dia hanya takut itu. Dia benar-benar takut jikalau
perempuannya tahu kalau ada seseorang sepertinya yang tidak pernah dianggapnya
ada tiba-tiba tahu dan membicarakan kehidupannya. Dia tidak mau perempuannya
curiga dengannya. Baginya dia sudah bahagia ketika melihat perempuan
terkasihnya itu sedang bahagia. Because
he cant talk, so he just stalk. Akhirnya dia hanya menimbun rindunya
sendirian. Tidak ada yang salah dengan apa yang dia lakukan. Hanya mungkin
syaraf kejantanannya sudah hilang.
Ada juga yang sedang merindukan kekasihnya.
Rindu yang dirasakan baginya terasa nikmat karena dia tahu rindunya tidak
bertepuk sebelah tangan. Cintanya diterima sang kekasih dan juga mendapatkan
timbal balik yang tidak berbeda jauh. Baginya, setiap hulu penglihatan,
pendengaran dan pemikirannya akan bermuara pada satu nama, kekasihnya. Orang
yang memasuki fase ini biasanya akan menjelma menjadi manusia super romantis.
Sebisa mungkin dia berusaha menciptakan suasana yang syahdu untuk kekasihnya.
Tidak ada yang spesial darinya selain dia yang sedang bahagia di mabuk asmara.
Entah benar-benar bahagia atau itu hanya semacam kamuflase demi mendapat status
terhormat, tidak sedang sendiri.
Bahkan ada juga yang tidak tahu
bahwa dirinya sedang rindu dan menolak pemikiran bahwa dia sedang rindu. Trauma
akibat rindu-rindunya yang tak terbalas membuatnya apatis terhadap segala hal
yang berkaitan dengan rindu. Dia tidak mau membuang-buang waktunya untuk
sekedar tenggelam dalam aktifitas yang kontra-produktif seperti merindu. Rindu
baginya adalah khayalan. Dia merasa tidak layak untuk merindu dan dia juga
merasa tidak ada yang pantas untuk dirindu. Dia lebih fokus kepada dunianya,
dunia selain rindu. Orang-orang bertipe seperti ini sangat menarik diamati
karena sudah menjadi rahasia umum bahwa rindu itu tidak bisa dibuang atau
dihapus begitu saja. Senang sekali rasanya melihat orang-orang yang berjuang
untuk hidup dalam kepura-puraan.
Lalu yang terakhir, ada juga yang
tidak pernah merasa rindu sedikitpun sedang mencari seseorang atau sesuatu
untuk dirindui. Sulit membedakan bahwa orang-orang seperti ini adalah orang
yang sangat independen atau orang yang terlalu tidak percaya pada orang lain.
Pintu hatinya sudah terkunci sekian lama. Kemudian dia mulai belajar sedikit
demi sedikit untuk membuka pintu hatinya. Apakah ada orang seperti itu? Orang
yang tidak pernah merasakan rindu? Aku pasti tidak akan pernah bisa memahami
jalan pikiran orang itu jika dia benar-benar ada.
Sangat bermacam-macam jenis
manusia rindu ini. Termasuk ke dalam kategori apa aku ini? Ah, rasanya tidak
perlu dipertanyakan lagi. Tapi yang jelas malam ini aku hanyalah rindu yang
sedang menyamar menjadi manusia.
Halo, Rindu. Tidakkah kau gelisah setiap kali tahu ia yang kau rindukan, merindukan yang lain? :))
ReplyDeleteAhaha,, rinduku terlalu egois, bahkan kadang rinduku tidak perlu timbal balik hohoho
ReplyDeletesaya kayaknya gk merindukan apapun deh
ReplyDeletekalaupun ada, mungkin nanti hanya rindu orang tua dan keluarga. tapi sekarang sih gk karena saya masih di rumah
Ahaha,, hidup anda bahagia kalo dah gitu
Delete