ENIGMA : PART 2

“Sebelum aku mengatakannya, maukah kau berjanji untuk menanggapi masalah ini sebagai sahabatku, bukan kakak dari suamiku?”
untuk mengetahui kisah sebelumnya klik link ENIGMA : PART 1 ini. 

RENA
Dia hanya tersenyum. Sedetik kemudian, tangannya sudah melayang ke telinga Rena. Gerakan yang tidak pernah Rena duga. Henri, justru menjewer telinganya sambil terkekeh mengejeknya.
“Aww… sakit tahu,” Rena berusaha menjauhkan telinganya dari kejaran tangan Henri, tapi justru membuat telinga Rena menjadi merah sampai Henri melepaskan tangannya dari telinga Rena.
“Na, mana mungkin Robin berani selingkuh. Apalagi denganmu. Apakah kau lupa perjuangannya untuk mendapatkanmu?” kata Henri meyakinkan Rena bahwa prasangka Rena hanya omong kosong.
“Ah, sudah kuduga membicarakan masalah ini denganmu akan menjadi sia-sia,” Rena merasa kesal ketika Henri tidak menganggap serius masalah ini, “Lebih baik aku pulang saja.”
“Hey, jangan pulang dulu. Apakah kau serius? Apakah kau yakin jika Robin berselingkuh?” sekarang Henri mulai menganggap serius masalah ini, meskipun jika dilihat dari nada bicaranya dia tidak akan pernah percaya bahwa adiknya  selingkuh dari Rena, “sekali lagi kuingatkan, ini Robin yang kita bicarakan. Pria yang sangat mencintaimu.”
“Ya, aku tahu. Kita sedang membicarakan pria bodoh mendekati gila yang juga sangat kucintai” Rena hanya menjawab secara singkat. Meskipun aku juga mempunyai rasa untukmu, batin Rena.
“Baik, aku akan mendengarkan sekarang. Alasan apa yang membuatmu berpikir Robin selingkuh?” tanya Henri pada Rena serius. Keadaan menjadi hening seperti semula, sebelum adegan Henri menjewer telinga Rena.
“Sebelum aku mengatakannya, maukah kau berjanji untuk menanggapi masalah ini sebagai sahabatku, bukan kakak dari suamiku?”
“Janji, sementara ini aku akan menganggap Robin sebagai tukang batagor di depan rumah. Sekarang katakan padaku apa yang terjadi?”
“Sebenarnya, aku juga masih tidak percaya kalau Robin selingkuh. Tapi, akhir-akhir ini dia sering pulang larut. Alasannya banyak proyek di kantor jadi dia harus banyak lembur. Tapi kemarin malam ketika dia belum pulang, aku menelepon ke kantornya dan petugas kantor yang jaga di sana bilang bahwa Robin sudah pulang. Aku telpon ke handphone-nya dia tidak mengangkat. Menurutmu apakah itu bukan tanda-tanda pria yang sedang selingkuh?”
“Oke, jawaban pertama, mungkin kau terlalu banyak menonton film. Kau terlalu berprasangka buruk kepada suamimu. Mungkin dia sedang ada rapat di luar kantor yang mengharuskannya tidak mengangkat teleponmu karena dia benar-benar sibuk,” Henri mencoba menenagkan Rena dan mencoba melanjutkan hipotesanya, “jawaban kedua, ini yang kita berdua takutkan, suamimu memang benar-benar selingkuh dengan wanita lain. Dalam kasus ini berarti suamimu yang terlalu banyak menonton film,”
Sebenarnya Henri akan berhenti pada jawaban kedua, tapi tiba-tiba muncul kemungkinan jawaban selanjutnya di kepalanya, “atau bisa jadi jawaban ketiga, mungkin suamimu diam-diam sedang menyiapkan kado untuk ulang tahun pernikahan kalian yang akan berlangsung  emm… sekitar sebulan lagi? Ya, mungkin sekarang aku yang terlalu banyak menonton film.”
Rena tersenyum mendengar kalimat terakhir Henri. Akhirnya dia menemukan apa yang dia cari. Seseorang yang mau mendengarkannya dan menghiburnya. Sudah hampir sebulan ini Rena dan Robin jarang bicara. Mereka terlalu sibuk memikirkan karir mereka. Robin dengan pekerjannya sebagai asisten manajer di sebuah perusahaan multinasional terkemuka sementara Rena sibuk dengan studio lukisnya.
“Jadi menurutmu aku harus bagaimana?” tanya Rena.
“Sebelum hubungan kalian agak merenggang, adakah hal yang melatarbelakangi masalah ini. Maksudku, apakah kalian pernah bertengkar sebelum kejadian ini?” tanya Henri mencoba membantu Rena memecahkan masalah rumah tangganya.
Rena kemudian mengingat-ingat tentang masalah rumah tangganya.  Tidak ada. Mereka tidak pernah bertengkar sebelumnya. Kemudian Rena teringat sesuatu. “Aku baru sadar. Aku dan Robin tidak pernah bertengkar. Mungkin itu masalahnya. Kami hanya menyimpannya. Kami tidak pernah benar-benar berbicara jujur. Malahan, kami jarang bicara.”
“Aku mulai penasaran dengan rumah tanggamu. Apa yang kalian sering lakukan ketika sedang berada di rumah?”
“Oh, kau tidak benar-benar ingin tahu kan?” kata Rena sambil terseyum, “masalahnya kami terlalu sibuk dengan kesibukan masing-masing.”
“Mungkin kalian butuh bulan madu lagi, bepergian berdua lagi. Ehm, sudah tiga bulan kan Robin pulang dari Australia.” saran Henri kepada Rena.
“Mungkin juga,” kata Rena sambil membayangkan kemana mereka akan bulan madu setelah bulan madu pertama mereka ke Thailand, “eh, tapi sebelum itu, aku masih penasaran dengan kemana Robin setiap malam. Maukah kau mencari tahunya, sahabat?” dengan wajah memelasnya Rena membujuk Henri agar mencari tahu kemaa Robin setiap malamnya.
“Jangan pasang wajah itu. Kita berdua sudah sepakat untuk membencinya. Juga, bukankah kunci utama dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan kan, katamu.”
“Aku sudah mempercayainya selama seminggu ini. Sekarang aku hanya ingin memastikan kepercayaanku.”
“Itu berarti kau masih belum mempercayainya. Tapi, baiklah,” kata Henri sambil mencari sesuatu dari balik saku celananya. Beberapa saat kemudian, Henri sudah memegang Handphonenya dan dia pasang di telinganya,
“Bro? Posisi?”


*tobecontinued*

Comments

Post a Comment

Popular Posts