BALADA BADUT RODEN II
“Kita sudah hampir sampai di
terminal Roya Pak,” kata Riana memecah kebisuan yang terjadi setelah Pak Rumi
menceritakan kisahnya.
“Oh,” kata Pak Roden sambil menengok ke
arah jendela bus, “saya hampir tidak mengenali kota ini. Sudah hampir sepuluh
tahun saya tidak pernah keluar dari Roden. Waktu berlalu sangat cepat.”
“Setelah ini bapak akan ke mana?”
tanya Riana.
***
Setelah dikalahkan oleh Ronda,
Sang Badut Roden itu kemudian memutuskan untuk pulang ke rumahnya ketika acara
pesta masih dalam tahap pemanasan. Sampai acara selesai tidak ada satu pun
warga Roden yang tahu bahwa Pak Rumi telah menghilang di acara itu.
Sampai di rumah kecilnya, hal
pertama yang dilakukan oleh Pak Rumi adalah membuat kopi. Dia berharap dengan
meminum secangkir kopi ia bisa melupakan hari buruknya. Namun sialnya, sampai
cangkir itu tinggal ampasnya saja, perasaan Pak Rumi justru semakin memburuk.
Pikirannya hanya terisi hal-hal negatif seputar dirinya, pekerjaannya dan
tentunya penduduk desa Roden.
Malam itu, Pak Rumi hampir
berhasil meyakinkan dirinya untuk pergi dari Roden. Akan tetapi di hati
kecilnya masih tersisa satu harapan kepada penduduk Roden. Dan pada akhirnya
harapan itu sanggup mengurungkan niat Pak Rumi untuk pergi, setidaknya sampai
seminggu lagi.
Bukan tanpa alasan Pak Rumi
memberikan tenggat waktu seminggu. Pak Rumi berharap di hari ketujuh itu, dia
bisa memaafkan seluruh penduduk Roden. Malam ini yang ada di pikiran Pak Rumi
hanyalah kebenciannya kepada penduduk Roden. Kebencian yang sebenarnya sudah
muncul sejak beberapa tahun lalu namun berhasil ditahannya, sampai malam ini.
Ironisnya, bom waktu kebencian pak Rumi itu justru di picu oleh seorang anak
kecil favoritnya dulu, Ronda.
Di hari pertama setelah insiden
di acara Pak Rakai, Pak Rumi mengurung dirinya seharian di rumahnya. Ada beberapa
tetangga yang mencoba menengok Pak Rumi namun Pak Rumi tidak membukakan pintu
rumahnya. Sebenarnya hari ini ada dua acara ulang tahun yang harus di
hadirinya, namun Pak Rumi tetap pada pendiriannya untuk tidak keluar rumah
sampai hari ketujuh.
Untuk urusan makan dan minum pak
Rumi masih mempunyai cadangan beras yang bisa membuatnya bertahan selama
sebulan. Masalah sayur dan lauknya pun Pak Rumi juga tidak terlalu khawatir
karena di kebun belakang rumahnya ada banyak stok sayur-sayuran yang memang
sengaja ditanaminya dan juga Pak Rumi mempunyai tiga ekor ayam Jago yang siap
disembelih. Pak Rumi tidak segan untuk menyembelih ayam kesayangannya karena di
hatinya pun Pak Rumi yakin bahwa seminggu lagi dia akan minggat dari desa
Roden.
Hari terus berganti hari, akan
tetapi penduduk Roden sudah mulai terbiasa dengan kehidupan mereka tanpa Pak
Rumi. Tetangga-tetangganya yang di hari pertama sampai hari ketiga selalu
menengok ke halaman rumah Pak Rumi kini sudah tidak lagi melakukan hal itu.
Konon, di kalangan warga Roden
tersiar kabar bahwa Pak Rumi tidak keluar rumah karena sedang sakit dan akan
pensiun dari dunia perbadutan. Banyak warga yang sebenarnya sangat resah dan
khawatir dengan kondisi Pak Rumi. Mereka ingin datang ke rumah Pak Rumi untukmenjenguk
dan menghiburnya. Namun rencana itu batal terjadi karena Pak Rosean, lurah di
desa Roden meyakinkan para warga untuk membiarkan Pak Rumi beristirahat di
rumahnya dan jangan ada yang mengganggunya.
Mendengar nasihat Pak Rosean,
dengan berat hati para warga menyanggupinya. Bukan tanpa alasan para warga
langsung menuruti perintah Pak Rosean. Hal ini dikarenakan beberapa tahun yang
lalu, tepatnya lima belas tahun yang lalu Pak Rumi juga pernah mengurung diri.
Bahkan waktu itu, butuh waktu dua bulan untuk Pak Rumi ke luar rumah dan bersosialisasi
dengan warga Roden lagi.
Hal yang melatarbelakangi
tindakan Pak Rumi waktu itu adalah karena Ratna, istri Pak Rumi kabur dari
rumah untuk menikah dengan Reja, pacar lamanya. Lebih parahnya, Ratna juga
membawa Rasti, satu-satunya anak mereka yang saat itu masih berusia dua tahun. Masa-masa
itu menjadi masa terkelam dalam hidup Pak Rumi.
Dua bulan setelah Pak Rumi
mengurung diri, secara tiba-tiba Pak Rumi mulai menjadi dirinya kembali, Badut
Roden. Saat itu Pak Rumi langsung menghadiri ulang tahun Bu Rega dan tampil
untuk menghibur selama kurang lebih setengah jam. Ketika Pak Rumi maju ke
panggung, seluruh penonton bertepuk tangan menyambut kelahiran kembali Pak Rumi.
Sejak kembalinya Pak Rumi itu, tidak ada warga yang berani untuk menanyakan kabar
Pak Rumi karena takut mengingatkan kembali sakit hati Pak Rumi.
Di hari ketujuh masa pengasingan
diri Pak Rumi tidak ada orang yang datang ke rumahnya. Dari pagi sehabis subuh
Pak Rumi sudah mandi dan berdandan rapi menunggu para penduduk Roden untuk
datang ke rumah Pak Rumi namun sampai malam dengan hujan deras ini tidak ada
seorang pun yang datang.
Harapan Pak Rumi pun sirna. Berubah
menjadi kekecewaan dan rasa benci teramat sangat kepada seluruh penduduk Roden.
Mengapa Pak Roden bisa sampai membenci seluruh penduduk Roden?
Sebenarnya di hari ketujuh pengasingan
diri Pak Rumi inilah hari spesialnya. Hari itu adalah hari ulang tahunnya. Nasib
Pak Rumi sungguh ironis. Seorang badut penghibur di setiap acara ulang tahun
desa Roden itu ternyata ulang tahunnya tidak pernah dirayakan.
Ulang tahun Pak Rumi mulai tidak
dirayakan sudah sejak lima belas tahun lalu, semenjak istrnya pergi. Dan pak
Rumi pun tidak mempermasalahkannya. Namun seminggu ini mulai timbul rasa kecewa
di hati Pak Rumi karena seluruh penduduk Roden melupakan ulang tahunnya.
Itulah hal paling kejam yang
pernah dilakukan seluruh penduduk Roden kepada Pak Rumi. Sampai tengah malam
hujan reda dan hari telah berpindah ke hari ke delapan, Pak Rumi pun memutuskan
untuk pergi dari Roden. Pak Rumi pergi dengan rasa benci yang menggelora di
hatinya. Dia tidak tahu kemana dia akan pergi. Yang dia inginkan hanyalah
segera keluar dari desa Roden.
Tengah malam sehabis hujan reda,
diam-diam Pak Rumi keluar dari rumahnya. Dingin sehabis hujan sama sekali tidak
menakutinya. Tekad Pak Rumi sudah bulat. Suasana Roden pun sudah sepi. Tidak ada
seorang pun yang berada di luar rumah mereka. Setengah jam Pak Rumi jalan kaki,
sampailah dia di terminal bus malam.
Dia membeli karcis di loket lalu masuk
ke dalam bus untuk duduk di kursi pojok paling belakang. Sendirian. Sampai sepuluh
menit kemudian ada seorang gadis muda cantik yang duduk di sebelahnya dan
menjadi teman ngobrol dengannya selama perjalanan. Berbicang dengan Riana
membicarakan kebenciannya kepada penduduk Roden ternyata cukup berhasil
menghiburnya. Bagaimana tidak? Selama seminggu ini dia hanya berbicara dengan
dirinya sendiri.
***
“Hmm. Sebenarnya saya tidak tahu
ingin kemana. Mungkin saya akan naik bus jurusan Roseo. Sejak kecil saya ingin
kesana.”
“Wah,” Riana menampakkan raut
muka sumringah, “nampaknya kita akan satu bus lagi. Setelah ini saya akan ke Ransk, kota sebelum Roseo.”
Pak Rumi hanya membalas dengan
senyuman setelah tahu di bus selanjutnya nanti dia akan ditemani Riana lagi.
“Nanti, ceritakan lagi kisah
bapak ya. Saya sungguh tertarik mendengar cerita bapak,” kata Riana dengan
tampang memohon dan manjanya.
Pak Rumi hanya tersenyum. Senyuman
itu juga bertepatan dengan berhentinya bus di terminal Roya. Mereka harus
menunggu beberapa menit lagi untuk kedatangan bis selanjutnya.
(tobecontinued)
***
Comments
Post a Comment