JANUARI YANG BAIK


Bersamaan dengan hujan tipis yang awet sejak kemunculannya pada sore hari, malam  menjadi lebih diam. Orang-orang memilih untuk mengurung diri di rumah masing-masing ketika aku pulang kerja. Jalanan yang basah sama sekali tidak menampakkan lampu sorot dari kendaraan selain milikku. Langit miskin pendar bintang dan bulan yang belum sempurna memutuskan untuk bersembunyi di balik mendung awan.

Sampai rumah kemudian mencari lemari penyimpanan lauk lalu mengangguk setuju. Kemarin, makan malam di bawah jam delapan adalah jalan pedang yang terdengar seperti sumpah suci palapa. Tapi sekarang aku menjadi lebih santai dan menerima kodratku sebagai seorang yang mudah ingkar. Setengah sebelas, nasi sayur dan lauk, secangkir kopi lampung, kesiur angin, dedaunan bersenandung pelan dan ditemani Jimmy Fallon di acara The Tonight Show-nya di depan layar laptop.

Kewajiban perut sudah terpenuhi. Malam masih sunyi. Januari yang sebentar lagi akan berakhir memberikan kenangan-kenangan yang baik. Beberapa hari yang lalu gaji sudah mendarat di rekening dengan mesra. Menabung masih menjadi bualan konyol karena hedonisma akan mengambil kendali sistem kerja otak.

Selain gaji yang turun tepat waktu, Januari juga menyumbangkan magisnya. Bukan untukku, tapi untuk atlet tenis berpengalaman yang kebetulan juga favoritku, Roger Federer. Kemarin, secara live streaming aku turut menjadi saksi betapa Roger masih memiliki dahaga juara seperti dekade lalu. Lebih hebat lagi yang dikalahkan adalah Rafael Nadal, seorang petenis yang hobinya mengalahkan Federer. Secara elegan, Federer menjuarai Grand Slam Australia Open untuk kelima kalinya dan total sudah 18 Grand Slam dimenanginya. Sebuah rekor untuk seorang legenda tenis seumur hidup. Yang paling mengharukan, pidatonya setelah mengalahkan si pria kidal dari Mallorca ini. “Tennis is a tough sport, there are no draws. But if there was one, I would have been happy to share the trophy with Rafa tonight.” Sialan sekali orang Swiss ini. Betapa rendah hati dan luar biasa menyentuh.

Mundur jauh ke awal Januari. Aku juga berhasil menambah koleksi bukuku. Kala itu Salju-nya Orhan Pamuk dan Great Expectation-nya Charles Dickens.  Buku-buku dari penulis hebat itu jujur belum kuselesaikan semuanya. Dasar pemalas! Jika sempat, setelah selesai memabacanya, aku akan membuat review tentang buku-buku yang pernah kubaca. Salah satu resolusi ambisiusku di tahun ayam ini.

Setelah itu banyak sekali peristiwa-peristiwa kecil di Januari yang menghibur. Kekonyolan di tempat kerja semakin menjadi-jadi. Keadaan di rumah juga masih sehat sentausa. Percintaan juga masih jalan di tempat, meskipun sebenarnya Kamis kemarin aku dijadwalkan bertemu jodohku menurut ramalan bintang yang kubaca di lini masa Twitter. Tapi ternyata ramalan tersebut hanyalah seserius omongan para paslon debat pilgub kemarin. Tapi apapun itu, Jannuari ini berjalan baik.

Hujan sudah reda. Perut sudah normal. Tulang belakang menuntut temu dengan kasur. Mata semakin redup. Maka, selamat malam. Selamat tidur di akhir bulan Januari. Semoga kebaikan selalu menyertai semua orang-orang baik di seluruh dunia seperti hujan di sepanjang Januari ini.

Comments

Popular Posts